Tarif Ekspor Sawit ke AS Turun Jadi 19 Persen, Untung atau Buntung?
Kabar terbaru datang dari Washington: Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi menurunkan tarif ekspor sawit ke AS dari 32 persen menjadi 19 persen. Kebijakan ini mulai berlaku 1 Agustus 2025.
Di atas kertas, ini jadi peluang emas buat sawit Indonesia. Tapi di baliknya, ada juga risiko yang nggak boleh dianggap remeh. Yuk, kita bahas lebih dalam.
Kenapa Tarif Ekspor Sawit Turun?
Penurunan tarif ini adalah hasil kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat. Sebagai gantinya, Indonesia wajib memberi tarif nol persen untuk beberapa produk asal AS.
Menurut Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, pemerintah masih terus negosiasi supaya beberapa produk strategis seperti CPO, kakao, nikel, dan karet, bisa dapat tarif lebih rendah, bahkan targetnya sampai nol persen.
Baca juga: Bagaimana Negosiasi Tarif Ekspor RI Dibanding Vietnam?
Peluang Besar untuk Produk Sawit Indonesia
Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif CELIOS, penurunan tarif jadi 19 persen bikin produk sawit, karet, alas kaki, dan tekstil kita lebih kompetitif di pasar Amerika.
Ekonom Gunawan Benjamin juga bilang, harga CPO Indonesia jadi lebih murah daripada Malaysia, yang masih kena tarif 25 persen.
Permintaan global juga masih tinggi, khususnya dari India menjelang Diwali Oktober mendatang.
Risiko Banjir Impor dari Amerika
Tapi, ada risiko besar di balik kesepakatan ini. Bhima memperingatkan potensi banjir impor dari lima sektor: migas, elektronik, suku cadang pesawat, serealia seperti gandum, dan produk farmasi.
Sepanjang 2024, total impor lima sektor ini sudah mencapai US$5,3 miliar atau sekitar Rp87 triliun.
Baca juga artikel kami tentang Risiko Impor Migas dari AS untuk Neraca Dagang
Beban APBN Bisa Membengkak
Dengan impor BBM dan LPG yang naik, subsidi energi di RAPBN 2026 sebesar Rp203 triliun bisa jadi nggak cukup.
Bhima memprediksi subsidi energi bisa melonjak sampai Rp300–320 triliun, yang tentu jadi beban berat bagi APBN.
Dibandingkan Vietnam
Negosiasi kita juga belum sebaik Vietnam. Vietnam berhasil menurunkan tarif dari 46 persen ke 20 persen, sedangkan Indonesia hanya turun dari 32 persen ke 19 persen.
Artinya, Vietnam dapat ruang kompetisi yang lebih besar di pasar Amerika.
Sumber resmi: Hukumonline – Bhima Yudhistira soal Tarif Ekspor
Neraca Dagang Tetap Kuat?
Meski begitu, dampaknya ke neraca dagang RI mungkin nggak separah yang dikhawatirkan.
Ekonom Wijayanto Samirin (Universitas Paramadina) bilang, produk impor dari AS memang dibutuhkan. Jadi meskipun volume impor naik, trade surplus kita tetap kuat.
Myrdal Gunarto dari Maybank Indonesia juga menyebut ekspor nikel, batu bara, dan sawit menopang kinerja perdagangan.
Data lengkap: CNBC Indonesia – Tarif Ekspor Trump dan Dampak ke RI
Kesimpulan: Untung atau Buntung?
Penurunan tarif ekspor sawit ke AS memang membuka peluang besar untuk produk Indonesia. Tapi ada risiko banjir impor yang bisa menekan sektor domestik dan membebani fiskal negara.
Bagaimana menurut kamu? Lebih banyak untungnya atau buntung?
Tulis pendapatmu di kolom komentar atau diskusi di media sosial kami: Instagram, TikTok, dan YouTube @kabarsawitindonesia.

Ikuti berita sawit lainnya: Update Harga CPO Hari Ini
