Kompleksitas EUDR: Ancaman bagi Petani Sawit dan Perdagangan Global

Kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) menciptakan kompleksitas tinggi yang langsung membebani industri minyak sawit global, terutama petani sawit Indonesia. Regulasi ini mewajibkan produk yang masuk ke pasar Uni Eropa harus bebas deforestasi, legal sesuai aturan negara produsen, dan lolos due diligence.
Artikel PASPI menjelaskan, EUDR rencananya berlaku penuh pada 29 Desember 2024 untuk perusahaan besar, dan 29 Juni 2025 untuk usaha kecil (smallholders). Namun, banyak pihak khawatir kompleksitasnya sulit dipenuhi tepat waktu.
Beban Berat untuk Petani Sawit
Petani sawit menjadi kelompok paling rentan terhadap kebijakan ini. Mereka wajib menyiapkan data geolokasi kebun, dokumen legalitas, serta sistem digital untuk melacak rantai pasok. Faktanya, banyak petani tidak memiliki sarana dan kemampuan teknis untuk memenuhi semua tuntutan tersebut. Sementara itu, perusahaan besar cenderung lebih memilih kebun yang sudah mapan demi mengurangi risiko, yang akhirnya dapat membuat petani sawit tersingkir dari rantai pasok. Kondisi ini dikhawatirkan akan memperparah masalah ekonomi dan sosial di pedesaan.
PASPI juga mencatat, kebun sawit di Indonesia berasal dari sekitar 20 tipe tutupan lahan berbeda. Banyak dari tipe tersebut belum tentu sesuai standar low risk deforestation milik EU. Selain itu, perbedaan definisi hutan antara Indonesia dan EU semakin menambah kesulitan petani untuk mematuhi aturan.
Risiko Global dan Isu Tata Kelola
Banyak negara, termasuk Jerman dan Perancis sebagai anggota EU, sudah meminta penundaan implementasi EUDR. Sebab, kebijakan ini dinilai sebagai bentuk Brussels Effect yang diterapkan secara sepihak tanpa proses internasional melalui WTO.
Menurut analisis PASPI, EU hanya memberlakukan EUDR pada minyak sawit dan kedelai, sedangkan minyak rapeseed dan bunga matahari justru tidak terkena regulasi ini. Padahal, semua minyak nabati tersebut saling menggantikan di pasar. Kebijakan ini berpotensi melanggar prinsip non-discrimination WTO dan dapat mengganggu kestabilan perdagangan global.
Selain itu, EUDR membuat posisi EU dan pelaku usahanya menjadi pembeli dominan (monopsoni) yang bisa menekan harga di pasar. Kondisi ini semakin melemahkan posisi tawar petani sawit.

Langkah Ke Depan
Petani sawit menghadapi beban biaya besar dan kesulitan teknis dalam menerapkan EUDR. Pertanyaannya, apakah konsumen di Eropa siap membayar harga premium untuk minyak sawit sesuai EUDR? Data sebelumnya menunjukkan minat konsumen EU pada minyak sawit berkelanjutan masih rendah.
Tanpa solusi inklusif, EUDR berisiko menjadi “VOC modern” yang menyingkirkan petani sawit dari rantai pasok global. Perlu diplomasi aktif, harmonisasi regulasi, serta dukungan teknologi agar petani tetap bertahan.
Baca juga: Tarif Ekspor Sawit ke AS Turun Jadi 19 Persen, Untung atau Buntung?